Halaman

Kamis, 12 Juli 2012

agama dan pembangunan


AGAMA DAN PEMBANGUNAN

A. Pendahuluan

Pada abad modern ini timbul suatu kesadaran bahwa perubahan ekonomi sangat erat hubungannya dengan sejarah pertumbuhan agama. Umat manusia dewasa ini sedang dalam transformasi yang melibatkan kita semua kedalam dan keluar, masalah keperluan fisik maupun keperluan agama. Salah satu masalah yang penting dalam pembangunan ini adalah kesadaran kita untuk memilih sesuatu perbuatan yang berguna untuk pembangunan nasional dalam megisi kemerdekaan bangsa dan negara. Agar dalam pelaksanaan pembangunan itu, pelaksanaannya tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada, maka kita harus meletakkan landasan pertama pada masalah moral
Agama disini bukan saja sebagai faktor pendorong yang mampu memberikan semangat bagi umatnya untuk bekerja guna membangun dunia, tetapi juga mampu mengadakan pembaharuan serta penyempurnaan untuk mempersatukan pendapat perorangan maupun kelompok dalam rangka mencapai tujuan hidup duniawi maupun surgawi secara berkesinambungan. Disamping itu agama juga sebagai penyucian perbuatan manusia untuk meningkatkan prestasi serta merupakan sumber inspirasi budaya baik fisik maupun non fisik yang bernafaskan keagamaan

B. Pembahasan

1.Peranan Agama Dalam Pembangunan

Prof. Dr. Mukti Ali mengemukakan bahwa peranan agama dalam pembangunan adalah:

(1)Sebagai etos pembangunan

Maksudnya adalah bahwa agama menjadi anutan seseorang atau masyarakat jika diyakini atau dihayati mampu memberikan suatu tatanan nilai moral dalam sikap.
Selanjutnya, nilai moral tersebut akan memberikan garis-garis pedoaman tingkah laku seseorang dalam bertindak, sesuai dengan ajaran agamanya. Segala bentuk perbuatan yang dilarang agama dijauhinya dan sebaliknya, selalu giat dalam menerapakn perintah agama, baik dalam kehidupan pribadi maupun demi kepentingan orang banyak.
Dari tingkah laku dan sikap yang demikian tercermin suatu pola tingkah laku yang etis. Penerapan agama lebih menjurus keperbuatan yang bernilai akhlak mulia dan bukan untuk kepentingan lain.

(2)Sebagai motivasi

Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan mendorong seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengamalan ajaran agama tercermin dari pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa mengharapkan imbalan yang berlebihan. Keyakinan akan balasan tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu memberikan ganjaran batin yang akan mempengaruhi seseorang untuk beebuat tanpa imbalan material. Balasan dari Tuhan berupa pahala bagi kehidupan akhirat lebih didambakan oleh penganut agama yang taat.
Peranan-peranan positif ini telah telah mebuahkan hasil yang konkrit dalam pembangunan, baik berupa sarana maupun prasarana yang dibutuhkan.
Melalui motiasi keagaaan seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam bentuk materi maupun tenaga atau pikiran. Pengorbanan seperti ini merupakan asset yang potensial dalam pembangunan.1


2.Fungsi Agama Dalam Masyarakat

Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:2
(1)Berfungsi edukatif

Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua undur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.

(2)Berfungsi penyelamat

Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat.
Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: dinia dan akhirat.

(3)Berfungsi sebagai pendamaian

Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui : tobat, pensucian ataupun penebusan dosa.

(4)Berfungsi sebagai social control

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok, ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara individu maupun kelompok, karena:
Agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya.
Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (kenabian)

(5)Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akanmembina solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.

(6)Berfungsi transformatif

Ajaran agama dapat merubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaanya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.

(7)Berfungsi jreatif

Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.

(8)Berfungsi sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.

4.Ketaatan Beragama

Ketaatan beragama membawa dampak positif terhadap pembangunan, karena pengalaman, membuktikan bahwa semakin taat seseorang dalam beragama semakin positif sikapnya terhadap peningkatan kesejahteraan umat. Karena setiap agama mengandung ajaran yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat.3
Ketaatan beragama selain dipengaruhi oleh factor kepribadian juga dipengaruhi oleh berbagai factor termasuk stratifikasi social (kedudukan dalam masyarkat).
Untuk jelasnya dapat diperincikan sebagai berikut:4
(1)Faktor Psikologis: kepribadian dan kondisi mental
(2)Faktor umur: anak-anak, remaja, dewasa, dan tua
(3)Faktor kelamin: laki-laki dan wanita
(4)Faktor pendidikan: orang awam, pendidikan menengah, dan intelektual
(5)Faktor stratifikasi social: petani, buruh, karyawan, pedagang, dan sebagainya.

5.Sikap Keagamaan

Psikologi memandang bahwa sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif sehingga menimbulkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata, sedangkan reaksi afektif bersifat tertutup. Jadi, motif menjadi faktor penjalin sekaligus menentukan hubungan antara sikap dan tingkah laku. Motiflah yang menjadi tenaga pendorong kearah sikap positif atau negatif yang hal itu kemudian tampak dalam tingkah laku nyata. Motif yang didasari pertimbangan-pertimbangan tertentu biasanya menjadi lebih stabil jika diperkuat dengan komponen afeksi. Dalam hubungan ini tergambar bagaimana jalinan pembentukan sikap keagamaan sehingga dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan.
Psikologi agama melihat bahwa ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu kepada pencapaian nilai-nilai luhur guna pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan kepada Tuhan. Tetapi dalam kehidupan nyata banyak dijumpai penyimpangan atau perubahan dari konstatasi di atas, baik secara individual maupun kolektif. Perubahan sikap keagamaan memiliki tingkat kualitas dan intensitas yang beragam dan bergerak antara titik positif hingga negatif. Jadi, sikap keagamaan yang menyimpang dalam kaitan dengan perubahan sikap tidak selalu berkonotasi negatif sehingga gerakan pembaharuan keagamaan yang berusaha merombak tradisi keagamaan yang keliru juga masih dapat dimasukkan dalam kategori ini.5
Sikap keagamaan merupakan suatau keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama.
Sikap keagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai komponen kognitif persamaan terhadap agama sebagai komponen aktif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen konatif. Di dalam sikap keagamaan antara komponen kognitif, afektif dan konatif saling berintegrasi sesamanya secara komplek.6
Menurut Siti Partini pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh dua factor yaitu:7

(1)Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan mengolah atau menganalisis pengaruh yang datang dari luar, termasuk di sini minat dan perhatian.
(2)Faktor eksternal, berupa factor di luar diri individu yaitu pengaruh lingkungan dan diterima.
Dengan demikian walupun sikap keagamaan bukanmerupakan bawaan akan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh factor internal dan factor eksternal individu.
Pembentukan sikap keagamaan ini sangat erat kaitannya dengan pembangunan. Sikap fanatis, sikap toleran, sikap pasimis, sikap aptimis, sikap tradisional, sikap modern,sikap fatalisme dan sikap free will dalam beragam banyak menimbulkan dampak negatif dan dampak positif dalam meningkatkan kehidupan individu dan masyarakat.

C. Kesimpulan

Maka dapatlah kami simpulkan bahwa betapa pentingnya kedudukan agama dalam pembangunan, karena agama tidak hanya sebagai pengerem dalam arti sekedar pembinaan kesusilaan semata, tetapi juga sebagai pengarahan dan pendorong umatnya untuk berperan aktif bersama-sama dalam membangun masyarakat, bangsa dan Negara dalam mengisi kemerdekaan ini untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yakni pembangunan disegala bidang termasuk pembangunan manusia demi tercapainya kehidupan masyarakat yang tentram, damai, adil dan makmur.

DAFTAR PUSTAKA

Djalaluddin, Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, Kalam Mulia: Jakarta, 1998. cet. Ke-4
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2004. cet. Ke-8
http://peziarah.wordpress.com/2007/02/05/sikap-keagamaan/





Agama pada dasarnya memiliki otoritas tersendiri bagi pemeluknya melalui seperangkat nilai dan norma yang ada pada ajarannya. Pembangunan di bidang agama dimaksudkan untuk memberikan dukungan bagi usaha-usaha pembangunan kehidupan beragama agar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat yang senantiasa mengalami proses transformasi sebagai akibat adanya pembangunan, di samping menjadikan agama sebagai pendukung keberhasilan pembangunan yang ada. Dengan kata lain keberhasilan pembangunan bidang agama akan terkait dengan keberhasilan bidang lain serta sejauh mana agama mampu memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang-bidang lain tersebut.

Ulasan penelitian kasus ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan gambaran utuh tentang tradisi yang masih hidup dan berkembang di masyarakat Kemadang dan mengidentifikasi serta merumuskan keterikatan antara tradisi keagamaan (sebagai sumber tradisi).

Rasulan sebagai aset budaya memiliki nilai strategis yang menarik berbagai kalangan, baik dari kalangan birokrat maupun agamawan, yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual. Dari kalangan birokrat, rasulan dikemas dalam satu paket wisata yang dijual bersama obyek wisata pantai baron. Sedangkan dari kalangan agamawan (Kristen dan Hindu), rasulan dimanfaatkan sebagai penyebaran agama. Di pihak Islam tertentu, rasulan dipandang sebagai hal yang bertentangan dengan akidah. Sedangkan kalangan tradisional berusaha mempertahankan keaslian rasulan sesuai dengan nilai keagamaan (agama rakyat) yang terkandung di dalamnya.
Oleh karena rasulan mempunyai nilai strategis sebagai tameng untuk membendung masuknya budaya asing dan sebagai cagar Bahasa Jawa yang baik karena rasulan menggunakan Bahasa Jawa halus (kromo inggil). Di samping itu untuk menarik berbagai kalangan sesuai dengan kepentingan masing-masing, maka kepada pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah dan kelompok masyarakat) hendaknya dapat ikut serta mempertahankan daya tarik rasulan agar tetap menarik bagi masyarakat pendukungnya dan masyarakat luas sekiranya rasulan dikemas dalam paket wisata.***

agama dalam globalisasi


Agama telah mampu mempertahankan diri hingga hari ini, namun sebarapa jauh ia telah berubah dan dapatkah ia menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman? Gerakan modernisasi dan globalisasi menghadapkan agama kepada berbagai persoalan pelik, persoalan yang sedang dan akan terjadi jika peranan agama tidak betul-betul diberdayakan dalam kehidupan masyarakat-khususnya masyarakat muslim dan agamanya itu sendiri yaitu Islam.
Pada tanggal 28 Agustus samapai dengan 5 September 1993 di Chicago, Amerika Serikat, berlangsung sebuah pertemuan penting tingkat dunia, yaitu konferensi Parlemen Agama-agama Sedunia (World Parlement of Religions). Konferensi ini melahirkan sebuah keputusan yang mempersatukan agama dalam melawan cara hidup yang tidak beragama, serta bersama melakukan kebijakan bagi kepentingan perbaikan ummat manusia, dari berbagai hal, baik pemahaman terhadap kitabnya masing-masing, dan lebih jauh membahas tarap kehidupan sosial antara masyarakat pemeluk agama.
Kita melihat agama pada abad sekarang memang betul-betul dihadapkan pada permasalahan yang amat pelik, dikarenakan adanya era modernisasi dan globalisasi pembangungan.
Fenomena ini tak dapat dielakkan begitu saja, sebagai alasan karena ini merupakan sebuah kemajuan disatu sisi, sebab manusia mempunyai naluri yang produktif dalam artian bahwa manusia dapat mengembangkan potensi yang ada, yaitu kemajuan berpikir dan berkarya, salah satunya adalah globalisasi. Dan selanjutnya kita mengkaitkan globalisasi sebagai dasar kebudayaan manusia yang memang terus berkembang dengan pesat, dari berbagai sektor baik sosial, ekonomi, politik dan bioteknologi.
Ide dasar dari globalisasi adalah ditandainya dengan pesatnya perkembangan paham kapitalisme, yakni kian terbuka dan mengglobalnya peran pasar, investasi dan proses produksi dari perusahaan-perusahaan transnasional, yang kemudian dikuatkan oleh ideologi dan tata perdagangan dunia baru dibawah suatu aturan yang ditetapkan oleh organisasi perdagangan bebas secara global, walaupun apa yang menjadi aturan globalisasi itu pun belum jelas.
Sedangkan agama pun mempunyai norma-norma yang dianggap abadi, dan harus ditegakkan dengan segala konsekwensinya. Salah satu konsekwensi tersebut adalah penumbuhan aturan-aturan agama kedalam aturan-aturan masyarakat (Abdurrahman Wahid, "Pergulatan Negara, Agama dan Kebudayaan"). Dan agama merupakan faktor utama dalam mewujudkan pola-pola persepsi dunia bagi manusia. Persepsi-persepsi itu mempengaruhi perkembangan dunia dan menentukan cara manusia menundukkan dirinya didunia ini. Sebaliknya manusia mempunyai sejarah yang memaksakan perubahan dan penyesuaian terus menerus kaitannya dengan kegiatan manusia yang mempunyai dasar potensi pengembangan lebih-lebih dalam masyarakat yang sedang berubah dengan pesat.
Dalam hal ini kita tidak ingin adanya dikotomi, sebagai sample bahwa agama adalah sumber berbagai hambatan sosial dan mental yang perlu diatasi untuk mensukseskan pembangunan dan perubahan-perubahan yang signifikan bagi harapan dan kelayakan hidup yang digambarkan oleh program globalisasi. Pun sebaliknya globalisasi juga melahirkan kecemasan-kecemasan, bagaimana dengan permasalahan sekitar pemiskinan rakyat dan marjinalisasi rakyat, serta persoalan keadilan sosial. Dan sekaligus timbul pertanyaan bagi kedudukan globalisasi, apakah dalam hal pembangunan ini dapat memastikan harapan-harapan yang dinginkan oleh masyarakat banyak? Terutama masyarakat miskin, dan menumbuhkan keadilan sosial?
Kembali pada pengertian diantara keduanya yaitu Agama dan Globalisasi. Agama sebagai pandangan dunia dapat di terangkan bahwa mengatur dengan petunjuk-petunjuknya, pada seluruh bidang kehidupan manusia, dan agama pun mempunyai tujuan-tujuan yang mulia yaitu dengan menjanjikan kebahagiaan, dengan ini hendak dikatakan bahwa berbagai bentuk kepercayaan dan ideologi yang implementasinya diyakini akan mendatangkan kebahagiaan, tak kalah dengan tujuan-tujuan yang dicanangkan oleh program globalisasi, bahwa ini pun menjanjikan kebahagiaan, kelayakan kehidupan ummat manusia.
Wilayah yang sama dan tujuan yang sama adalah kepentingan manusia dalam ragka pemenuhan kebutuhan hidup, sesuatu yag dpaat memberikan manusia kegairahan dan kebahagiaan, untuk memperoleh yang terakhir (kebahagiaan) manusia mencangkuli wilayah tertentu dari agama secara besar-besaran; sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu ironi bahwa petunjuk-petunjuk agama yang semula berpretensi untuk menciptakan suasana "kekudusan" dalam diri manusia yang sompong, kini justru ditantang untuk menyesuaikan diri dengan suasana kepuasan manusia.
Globalisasi yang mana di isukan dibuat dan dicanangkan oleh kapitalisme menimbulkan peristiwa yaitu krisis pembangunan, yang terjadi di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme Dunia ketiga tengah mengalami kebangkrutan dan terjadinya ekploitasi manusia atas manusia yang lain.
Jika kita lihat kembali, bahwa pembangunan-sebagai implikasi dari program globalisasi tidak patut dipersalahkan disatu pihak, dipihak lain agama yang mempunyai peran sebagai media spritual tidak lantas dituduh dan dijadikan alasan penghambat pembangunan, uraian diatas merupakan refleksi terhadap peranan dan perjalanan agama-maupun perubahan yang diciptakan oleh insting manusia yang selalu menuntut perubahan di satu pihak, dipihak lain agama mempunyai aturan yang harus dijalankan.
Hubungan antara agama dan kebudayaan ( yang direfleksikan dengan globalisasi) merupakan suatu yang ambivalen, sama-sama kalau boleh berprasangka-membutuhkan, karena kalau kita lihat agama banyak memanfaatkan kebudayaan manusia dan sebaliknya kebudayaan sendiri mendatangkan istilah agama, yang melalui perenungan dan pemikiran manusia.
Sejak dikembangkannya kesepakatan The Bretton Woods di Amerika Serikat yang sesungguhnya didorong oleh kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional dan yang merupakan aktor terpenting dari globalisasi, unsur-unsur yang menyebabkan kehancuran globalisasi disini adalah adanya paksaan-paksaan, globalisasi yang tadinya untuk mensejahterakan manusia ternyata melebihi batas, contoh yang telah dikemukakan diatas yaitu dengan mengeksploitasi manusia dengan tanpa kejelasan dan sebab yang menjadi dasar eksploitasi.
Akibatnya, pada saat ini telah mulai tumbuh gerakan-gerakan tantangan maupun resistensi terhadap globalisasi baik di tingkat internasional maupun tingkat lokal. Area-area resistensi dan tantangan terhadap globalisasi tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
Pertama, tantangan gerakan kultural dan agama terhadpa globalisasi, sudah lama terdapat fenomena lahirnya gerakan yang berbasis agama maupun gerkakan rtesistensi budaya melalui pembangunan dan globalisasi. Gerkaan berbasis agama ini timbul dimana-mana dan dengan label bermacam-macam pula.
Kedua, tantangan dari new social movement dfan Global civil society terhadap globalisasi new social movement adalah geraka sosial untuk menentang pembangunan dan globalisasi, seperti gerkan hijau, feminisme, gerakan masyarakat akar rumput. Misalnya saja gerakan resistensi terhadap pembangunan dam dibeberapa tempat diasia.
Ketiga, tantangan gerkan likungan terhadap globalisasi. Meskipun tidak semua gerakan lingkungan secara langsung menentang globalisasi, berkembangnya gerakan lingkungan untuk pemberdayaan rakyat (eko-populisme) dan gerakan lingkungan yang dipengaruhi kesadaran lingkungan bersumber dari barat. Gerakan ini banyak di pengaruhi oleh pikiran Rachel Catson dalam "Silent Spring" yang membongkar tentang kerusakan ekosistem dunia yang diakibatkan praktyek ekonomi modern seperti penggunaan kimia dalam pertanian.
Sementara itu, eko-populisme, lahir sebagai keprihatinan terhadap rusaknya lingkungan karena juga menghancurkan kehidupan rakyat sekitarnya oleh sebab itulah gerakan lingkungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan hak-hak perlindungan adat, dalam pada itu muncullah gerakan resistensi lingkungan didunia ke-tiga seperti grakan masyarakat Chipko (Hipko Movement) di india, yakni suatu gerakan , terutama kaum perempuan menentang perusahaan penebangan hutan. Walhi , suatu organisasi jaringan gerakan lingkungan di Indonesia dalam perjalanan organisasinya juga menjadi gerakan resistensi terhadap globalisasi. (yang ditulis oleh Dr. Mansour Fakih dalam Bukunya yang berjudul "Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi").
Bicara tentang modernitas dengan segala manfaat dan mudaratnya sudah menjadi fakta keras dalam kehidupan manusia modern. Tak seorangpun dapat lari dari padanya. Ia sepenuhnya sudah memembuana. Islam sebagai agama yang monoistik terakhir sesudah Yudaisme dan agama Kristen harus membuka matanya lebar-lebar untuk belajar secara kritikal dari pengalaman sejarah para pendahulunya. Pelajaran tentang keberhasilan atau kegagalan mereka dalam menghadapi tantangan zaman menjadi sangat krusial bagi islam yang sekarang, demi menentukan posisi globalnya sendiri untuk turut menyelamatkan masa depan manusia dari serbuan nihilisme dan berpartisipasi dalam membangun sebuah duniayang adil dan damai. Bersama dengan agama-agama yang lain, islam harus tanpa henti mempelopori lahirnya paradigma baru bagi sebuah tatanan dunia berdasarkan nilai-nilai spiritual yang ditawarkan oleh semua. Paradigma lama berupa " kita versus mereka" sekalipun masih dipegang oleh segelintir orang, sudah tidak sejalan lagi dengan perasaan yang kuat tentang tunggalnya kemanusiaan. Doktrin ini secara berangsur tetapi pasti telah dimiliki semua agama dan kebudayaan. Dengan modal ini, maka ada harapan bagi sebuah hari depan yang baik dan damai bagi jenis kita sebagai homo sapiens, manusia bijak.




Id   = 3685504720621

Retorika dan Ilmu lainnya


RETORIKA dan ILMU PENGETAHUAN lain
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni berbicara atau llmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Membela diri di pengadilan ketika orang lain mengambil tanah atau mengakui tanahnya karena waktu itu belum ada sertifikat tanah. Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya raya dituduh mengorbankan kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang di kebun dan sebagainya.
Singkat retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk membela diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.
Sementara untuk mempengaruhi orang lain, menurut Aristoteles ada 3 cara yaitu :
·                     Harus sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya dan status yang terhormat yang disebut “ethos”
·                     Harus dapat menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang yang disebut “phatos”
·                     Meyakinkan khalayak dengan bukti yang kelihatan, yang disebur “logos”
·                     Dari sejarah singkat perkembangan retorika atau ilmu komunikasi klasik yang patut kita catat yakni mengenai tahap penyusunan pidato karya Aristoteles yang sampai sekarang masih terus dipakai, adalah penentuan tema, penyusunan, gaya, memori dan penyampaian.
Prinsip-Prinsip Dasar Retorika
Retorika atau ilmu komunikasi adalah cra pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau metode y ang teratur atau baik. Berpidato, ceramah, khutbah juga termasuk kajian retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa dalam bentuk retorika seperti pidato tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan saja tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang digarap dalam suatu susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang meyakinkan mengenai kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip.
Prinsip-prinsip dasar itu adalah sebagai berikut :
·                     Penguasaan secara aktif sejumlah besar kosakata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif semakin besar kemampuan memilih kata-kata yang tepat dan sesuai untuk menyampaikan pikiran
·                     Penguasaan secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan pembicara menggunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang berbeda-beda.
·                     Mengenal dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa dan mampu menciptakan gaya yang hidup dan baru untuk lebih menarik perhtian pendengar dan lebih memudahkan penyampaian pikiran pembicara.
·                     Memiliki kemampuan penalaran yang baik sehingga pikiran pembicara dapat disajikan dalam suatu urutan yang teratur dan logis.
Urgensi Ilmu Komunikasi atau Retorika Bagi Calon Pemimpin
Setiap calon selain ia harus berwawasan luas juga dituntut harus mempunyai keterampilan berkomunikasi atau berbicara. Keterampilan tersebut dapat diperoleh melalui latihan yang sistematis, terarah dan berkesinambungan. Tanpa latihan, kepasihan berbicara atau pidato tidak dapat tercapai. Disamping itu, calon pemimpin juga harus mengetahui ciri-ciri pembicara yang ideal.
Pengetahuan tentang ciri-ciri pembicara yang baik sangat bermangaat bagi mereka yang sudah tergolong pembicara yang kurang baik dan bagi pembicara dalam tarap belajar. Bagi golongan pertama, pengetahuan tersebut dapat digunakan sebagai landasan mempertahankan, menyempurnakan atau mengembangkan keterampilan berbicara atau pidato yang sudah dimilikinya. Bagi golongan kedua yakni calon pemimpin. Hal itu sangat baik dipahami dan dipalikasikan sehingga dapat menghilangkan kebiasaan buruk yang selama ini mungkin dilakukan secara tidak sadar.