Halaman

Selasa, 03 Juli 2012

Produk-Produk Perbankkan Syari'ah


PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
            Perbangkan syari’ah adalah sisitem perbangkan yang tidak mengenal kecurangan, lebih cenderung adil, jujur, jelas dan memberikan kesenangan kepada nasabahnya. Mengapa tidak, perbankkan ini sesuai dengan aturan islam. karena islam adalah agama yang universal, mengatur tata kehidupan, baik budaya, sosial, pemerintahan dan sebagainya yang tidak di batasi oleh ruang dan waktu, kapanpun dan di manapun. Bagi pemeluknya itu tetap berlaku norma-norma yang mengatur.
Dalam perbankkan syariah, begitu juga semua uang baik masuk, keluar dan di mamfaakan itu semua jelas dan sesuai dengan syari’at. Maka dalam makalah ini di bahas bagaimana perbankkkan syari’ah mengeluarkan produk dan jasa perbankkan syari’ah, Bank islam sebagai alternative pengganti bunga serta bank islam VS bank konvensional.

2. Batasan  Masalah
            Dalam makalah ini sebagai mana yang di tulis dalam latar belakang di atas, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:
Ø  Produk-Produk Bank Islam
Ø  Bank Islam Sebagai Pengganti Bunga
Ø  Bank Islam vs Bank Konvensional


PEMBAHASAN

A. Produk-Produk Perbankkan Syariah
            Pada awalnya produk yang di tawarkan perbankkan syariah di bagi kedalam tiga bagian besar.
  1. Produk penyaluran dana
  2. Produk penghimpun dana
  3. Produk jasa atas jasa perbankkan
1. Produk Penyaluran dana
            Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang di bedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli
Pembiayaan dengan prinsip jual beli di tujukan dengan maksut  untuk membeli barang.
b. Pembiayaan dengan sewa
            Pembiayaan yang menggunakan prinsip sewa di tujukan untuk mendapatkan jasa.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Prisip bagi hasil di tujukan untuk usaha kerja sama yang di tujukan untuk mencapai kerjasama dan jasa.
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap
Ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip di atas.
Pada kategori pertama dan ke dua keuntungan pihak bank di tentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang di jual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli. Seperti Murabahah, salam dan Istishna[1]. Produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu: Ijarah.
Pada prinsip yang ketiga keuntungan bank di tentukan oleh besar keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan di tentukan oleh nisbah yang di sepakati di muka. Produk perbankkan yang termasuk dalam kelompok ini adalah Musyarakah dan Mudharabah. Untuk mengetahui hal tersebut maka kita akan membahas masing-masing produk ini.
a.  Prinsip Jual Beli
      Prinsip jual beli di adakan sehubungan denga adanya perpindahan kepemilikan barang. Tingkat keuntungan bank di tentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang di jual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sebagai berikut:
1. Pembiayaan Murabahah
      Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harrga jual adalah harga beli bank dari pemasok di tambah keuntungan (margin).kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual telah di sepakati dengan akad jual beli dan jika telah di sepakati maka tidak dapat di rubah selama berlakunya akad.  Dalam perbankkan murabahah selalu di lakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalam pembiayaan ini barang di serahkan segera setelah akad. Sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
2. Pembiayaan Salam
      Salam adalah transakasi jual beli di mana barang belum ada. Oleh krena itu, barang di tangguhkan dulu sementara pembayaran di lakukan secara tunai. Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah ssebagai pembeli. Sekilas jual beli ini mirib system ijon, namun dalam transaksi ini kualitas barang, harga dan waktu pembayaran harus di tentukan secara pasti.
      Dalam praktek perbankan, ketika suatu barang telah di serahkan kepaada bank maka pihiak bank akan menjual barang itu lagi kepada nasabah lain atau nasabah itu sendiri secara tunai ataupu cicilan. Harga jual bank adalah harga beli bank dari nasabah di tambah keuntungan. Dalam hal bank menjual secara tunai di sebut pembiayaan talangan. Ssedangkan dalam hal bank menjual secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan waktu pembayaran.
      Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah di sepakati maka tadak dapat  berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini di terapkan dalam pebayaran barang yang belum ada, seperti pembelian komiditi pertanian oleh bank kemudian di jual kebali secara tunai atau cicilan.
            Ketentuan umum pembiayaan salam adalah sebagai berikut :
*      Pembelian hasil produksi harus di ketahui spekulasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu. Kualitas dan jumlahnya.
*      Apabila hasil produksi tcacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah harus bertanggung jawabdengan mengembalikan dana yang telah di terimanya atau menukar barang tersebut dengan kualitas yang bagus.
*      Mengingat bank tidak menjadikan barang yang di belinya  atau yang di pesannya ssebagai persediaan. Maka memungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga(pembeli kedua). Seperti BULOG, pedangang induk dan rekanan.
3.      Pembiayaan Istishna’
            Produk istishna’ hampir sama dengan produk salam, tapi dalam isyishna’ pembayaran di lakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Ketentuan umum pembiayaan istishna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang telah di sepakati di cantumkan dalam akad istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari criteria pesanan dan terjadi perubahan harga stelah akad di tanda tangani, maka seluruh biaya tambahan tetap di tanggung nasabah.
b. Prisip Sewa (Ijarah)
         Transaksi ijarah di landasi adanya perpindahan mamfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objeknya adalah barang sedangkan pada ijarah objeknya adalah jasa. Pada akhir maasa sewa bank dapat saja menjual abarang yang di sewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankkan syri’at di kenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang di ikuti dengan brpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual di sepakati pada awal perjanjian.

c. Prinsip Bagi Hasil(Sirkah)
         Produk pembiayaan syari’ah yang di dasarkan atas prisip bagi hasil adalah sebagai berikut :
1. Pembiayaan Musyarakah
         Musyarakah adalah keinginan para pihak  yang bekerja sama  dalam meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh sumberdaya baik yang berwujud atau yang tidak berwujud.
         Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswasta, kepandaian, kepemilikan, keperalatank  kepercayaan dan barang lain yang dapat di nilai dengan uang.
            Ketentuan umum pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut :
·      Semua modal di satukan untuk menjalankan proyek musyarakah dan di kelolah bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam mengambil dan menentukan kebijakan usaha yang di lakukan oleh pelaksana proyek.
·      Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus di ketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan sedangkan kerugian di bagi sesuai dengan kontribusi modal.
·      Proyek yang akan di jalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama hasil yang telah di sepakati untuk bank.
2. Pembiayaan Mudharabah
         Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah midal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Sebagai seorang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian.
         Perbedaan yang esensial antara musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu di antara itu. Dalam mudharabah modal berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua atau lebih. Musyarakah dan mudharabah dalam literature fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjujung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidak adilan pendapatan benar-benar melanggar ajaran islam.
         Ketentuan umum pembiayaan mudharabah adalah :
·      Jumlah modal yang di serahkan kepada nasabah selaku pengelola harus secara tunai, dapat berupa uang atau barang yang dapat di nyatakan dalam nilai uangapabila modal di serahkan secara bertahab, harus jelas dan dissepakati bersama.
·      Hasil dari pengelolaan modal mudharabah dapat dengan cara :
-          perhitungan dari pendapatan proyek
-          perhitungan dari keuntungan proyek
·      Hasil usaha di bagi sesuai dengan persetujuan akad  pada setiap bulan atau waktu yang di sepakati.Bank selaku pemilik midal akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian yang desebabkan nasabah, seperti penyelwengan, kecurangan, dan penyalah gunaan dana.
·      Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan nasabahnya. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja,  maka akan dikenakan sanksi administrasi.
d. Akad  Pelengkap
         Akat pelengkap di perlukan juga untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Akad pelengkap ini tidak tidak di tujukan untuk mencari keuntungan, tapi mempermudah untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap di bolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang di keluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ssekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad pelengkap itu adalah sebagai berikut :
1. Hiwalah (Alih Hutang Piutang)
         Tujuan dari Hiwalah adalah membantu supplier mendapatkan modala tunai agar dapat melanjutkan modal produksinya[2]. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.untuk mengantisipsi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piuntang dengan  yang berutang. Katakanalah seorang supplier bangunan menjual barang bangunannya kepada pemilik proyek yang akan di bayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan dilikuiditas, maka diya meminta bank untuk mengambil alih piutangnya.
2. Rahn (Gadai)
         Tujuannya adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepaaa bank dalam memberikan pembiayaan.
         Syarat barang yang di wajibkan untuk di gadaikan adalah :
·   Milik nasabah sendiri
·   Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan dari nilai rill pasar.
·   Dapat di kuasai namun tidak boleh di kuasai bank.
         Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang di gadaikan. Pabila barang yang di gadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.
         Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizing bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hal hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, maka nasabah harus menutupi kekurangannya.
3. Qardh
         Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasinya dalam bank ada empat hal yaitu :
a.    Sebagai pinjaman talangan haji, di mana calon jemaah haji di berikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah melunasinya sebelum berangkat haji.
b.   Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah di mana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan membayarnya sesuai waktu yang di tentukan.
c.    Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan akan memberatkan pengusaha bila di berikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah dan bagi hasil.
d.        Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank memberikan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu dengan cara cicilan melalu pemotongan gajinya.
4. wakalah (Perwakilan)
         Wakalah dalam aflikasi perbankan terajdi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melaksanakan tugas tertentu, seperti transper uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kausa harus cakap hokum.
         Apabila bank yang di tujukan lebih dari satu, maka masing-masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizing nasabah. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilaksanakan harus mengatas namakan nasabah dan harus di laksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan besama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas di laksanakan dan di setujui bersama antara nasabah dan pihak bank.
5. Kafalah (Garansi Bank)
         Garansi bank dapat di berikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasbah untuk menempatkan sejumlah dana untuk sebagai pasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapat dana pengganti biaya atas jasa yang di berikan.
2. Produk Penghimpun dana
         Penghimpun dana di bank syari’ah dapat bebentuk giro tabungan dan deposito. Prinsip operasional yang di terapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadia’ah
         Prisip wadi’ah yang digunakan adalah wadi’ah yad dhamananh yang diterapkan pada produk rekening giro[3].Wadi’ah damanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prisipnya harta titipan tidak boleh di mamfaantkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (Bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memamfaatkan harta titipan tersebut.
         Karena wadi’ah yang terapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjam uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami. Ketentuan umum dari produk ini :
·     Kerugian atau keuntungan dari penyaluran dana menjadi hak milik atau di tanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank di mungkinkan memberimilik bonus kepada pemilik modal sebagai suatu insentif untuk menarik  dana masyarakat tapi tidak boleh menjanjikannya dimuka.
·      Bank harus bisa membuka akad pembuka rekening yang isinya mencangkup izin penyaluran dana yang di simpan dan kesepakatan lain yang di sepakati selama tidak bertentangan dengan syariah.
·      Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menggunakan dana pengganti administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
·      Ketentuan  lain yang behubungan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan syariat.
b. Prisip Mudharabah
         Dalam prinsip ini di kenal dengan shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelolah) biasanya bank. Dana dari pemilik modal digunakan oleh bang untuk melakukan murabahah atau ijarah. Hasil usaha ini akan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati.
         Rukun mudharabah terpenuhi sempurna apabila ada mudharib – shahibul maal, ada usaha yang di bagikan, ada nisbah dan ada ijab kabul. Prinsip mudharabah di aplikasikan pada produk tabungan berjangka dan deposito berjangka.    
3. Jasa Perbankan
         Selain fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat melakukan barbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan[4]. Jasa perbankan tersebut sebagai berikut :


a. Sharf (Jual beli Valuta asing)
         Pada dasarnya jual beli valuta asing sama dengan sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, peneyerahan harus di berikan dalam jumlah waktu yang sama. Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b. ijarah (Sewa)
         Jenis  kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan dan jasa tata pelaksana administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.  
        
          
           
           


[1] Adiwarman A, Kasim. Bank Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persdada. 2008. hal 98
[2] Adiwarman A, Kasim. Ibid. hal 105
[3] Adiwarman A, Kasim. Ibid. hal 107
[4] Adiwarman A, Kasim. Ibid. hal 112ss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar