PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Pembicaraan mengenai pembangunan
pada umumnya menyinggung masalah mental, entah itu yang `membahas pejabat,
ilmuwan, mahasiswa, ataupun buruh. Sepertinya masalah mental telah menjadi akar
dari segala permasalahan yang muncul dari pelaksanaan pembangunan. Hal ini
tercermin juga pada kelas Pemikiran Politik Indonesia, dengan adanya
pendapat-pendapat bahwa masalah krusial yang harus mendapat prioritas dari
setiap pelaksana pembangunan adalah masalah mental dari bangsa Indonesia, juga
dengan adanya usaha-usaha pengindentifikasi dan pemikiran-pemikiran ideal
mengenai mentalitas bangsa Indonesia. Meskipun banyak mahasiswa memunculkan
banyak pemikiran ideal mengenai mental bangsa, ada juga mahasiswa yang mengkritik
para pemikir ideal tadi, ngomongin mental orang lain tidak akomodatif dengan pembangunan, tapi dirinya
sendiri bermental baru akan mengemukakan pendapat bila namanya disebut dosen.
Masalah-masalah pembangunan yang
sering menjadi topik pembicaraan berbagai kalangan yang berkompeten adalah
masalah sekitar pembangunan politik, pengentasan kemiskinan, kesenjangan
sosial, pemerataan hasil pembangunan, pinjaman luar negeri, kebocoran dana
pembangunan, korupsi, dan arah pendidikan. Sebagian dari masalah-masalah di
atas sudah ada atau sudah tercium gejalanya sejak orde baru lahir, tetapi
sebagian lagi baru mencuat menjadi perhatian masyarakat luas akhir-akhir ini.
Berbagai macam perspektif umumnya menyoroti mental dari para pelaku yang
dianggap menjadi penyebab utama munculnya masalah. Para pengusaha kecil dan mahasiswa
menyoroti mental pejabat yang korupsi, ilmuwan menyoroti mental petani yang
dibodohi tengkulak, pejabat menyoroti mental demonstran, dan banyak lagi
sehingga masalah mental bangsa ini menjadi sangat rumit dan kompleks.
2. Betasan Masalah
Berdasarkan permasalahn ini, maka
kami membahas pembangunan mental sumber daya manusia yang di arahkan kepada
pembangunan yang menyeluruh ata manusia seutuhnya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembangunan Mental SDM
Sebelum kita
mebahas lebih lanjut pemahaman mengenai pembangunan mental SDM, kita mrnyadari
bahwa pembangunan mental SDM termasuk kepada pembangunan yang berbentuk non
fisik, sebagai mana pembahasan makalah pada minggu lalu. Pembangunan mental SDM
dapat diartikan sebagai pembangunan yang mengarah pada budi
pekerti, pendidikan, keagamaan dan semacamnya, termasuk moral, kebudayaan dan
kesenian. Pembangun mental ini di artikan sebagai pembangunan manusia
seutuhnya, mengingat tantangan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan sangatlah berat. Kita tidak
hanya dihadapkan pada permasalahan dari dalam tetapi juga dari luar. Fenomena
perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat tentu akan berpengaruh
pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh itu dapat
diwujudkan dalam bentuk perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Masyarakat memandang segala sesuatu dapat diperoleh dengan instant. Akibatnya
masyarakat cenderung untuk bersifat konsumtif dan daya saing kerjanya rendah.
Untuk itu diperlukan suatu langkah nyata dalam memecahkan problematika ini.
Pembangunan
yang merupakan suatu perencanaan sosial harus benar-benar di konsep sesuai
dengan tuntutan perubahan zaman. Perkembangan teknologi dan informasi yang
begitu cepat serta diterapkannya sistem pasar bebas yang mengaburkan batasan
suatu negara dalam hal perdagangan akan menjadi tantangan tersendiri bagi
bangsa Indonesia. Untuk itu diperlukan suatu konsep pembangunan yang berwawasan
manusia. Manusia sebagai subjek dan objek pembangunan hendaknya menyadari betul
tantangan ini. Persaingan ke depan tidak hanya berasal dari Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam negeri tetapi juga SDM ahli dari luar negeri.
Pembangunan manusia diharapkan dapat mengubah kondisi manusia tidak hanya sebagai objek pembangunan saja tetapi lebih dari itu yaitu sebagai subjek pembangunan yang memiliki kualitas sebagai tenaga yang sanggup:
Pembangunan manusia diharapkan dapat mengubah kondisi manusia tidak hanya sebagai objek pembangunan saja tetapi lebih dari itu yaitu sebagai subjek pembangunan yang memiliki kualitas sebagai tenaga yang sanggup:
1. Mengolah
dan mengelola Sumber Daya Alam secara bertanggung jawab.
2. Menggunakan
atau mengaplikasikan suatu teknologi sedemikian rupa sehingga kapasitas
teknologi yang bersangkutan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
3. Belajar
meniru, mengikuti, menerapkan dan mengadaptasikan produk atau cara orang lain
dan menyesuaikannya dengan
budaya sendiri.
4. Membaharui
alat atau cara yang sudah ada sehingga nilai tambahnya semakin tinggi.
5. Mengembangkan
dan mengintegrasikan alat atau cara yang sudah ada sehingga membentuk sebuah
jaringan yang semakin global.
6. Memikirkan
dan menciptakan sesuatu yang belum ada menjadi ada.
7. Mendidik
dan melatih generasi penerus melalui contoh teladan dan sejelas.
8. Mewarisi
dan mewariskan nilai-nilai selektif secara efektif dari generasi sebelumnya
kepada generasi berikutnya sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan
keadaan.
Pembangunan manusia ada dua bentuk yaitu pembangunan
manusia pada fisiknya dan pembangunan manusia secara non fisik atau mental/
ruhani manusia itu sendiri. Pembangunan manusia harus seimbang antara fisik dan
rohani, maka dikatakan dengan pembangunan manusia seutuhnya. Manusia disebut
utuh jika ia berhubungan serasi dan dinamis ke luar, sementara di dalam, setiap
komponen kepribadian, keberadaan, kehidupan dan budayanya berkembang dengan
serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta berimtaq kepada Allah SWT.
Jika pembangunan fisik dan ruhaninya sudah simbang maka akan terbentuk mental
sumber daya yang berkualitas dan handal dalam kemampuan pikiran dan ketrampilan,
namun juga dilandasi kekuatan moral yang baik. Mengapa hal ini dilakukan karena
kemampuan pikiran dan ketrampilan manusia tanpa dilandasi moral yang kuat akan
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan atau degradasi moral manusia apalagi hal
itu didukung dengan perkembangan iptek yang memiliki dampak negatif sangat luas.
Namun kita tidak membahas lebih lanjut mengenai pembangunan fisik. Kita akan
membahas Pembangunan mental SDM atau
manusia itu sendiri.
B.
Pembangunan
mental SDM
Pembangunan mental manusia yang ditekankan pada segi
moral sangatlah penting. Perkembangan iptek dan informasi yang sangat cepat
tentu membawa dampak positif dan negatif pada kehidupan manusia. Dampak positif
yang terjadi akan dijawab dengan kesiapan SDM secara lahiriah sedangkan dampak
negatifnya harus kita tangkal dengan kesiapan SDM secara batiniah. Peningkatan
SDM dari segi moral merupakan benteng yang tangguh apalagi kita memiliki budaya
luhur yang mencerminkan ketinggian moral bangsa kita. Pembangunan moral manusia
tentu tidak akan lepas dari ajaran agama. Agama mengajarkan perbaikan akhlak
manusia yang merupakan dasar pembentukan moral. Oleh karena itu dalam rangka
peningkatan SDM dari segi moral sudah sepantasnya pendidikan agama mempunyai
porsi yang lebih. Namun pada kenyataannya sekarang ini sebagian masyarakat
masih berpandangan bahwa pendidikan umum lebih penting dari pada pendidikan
agama. Pendidikan agama masih bersifat melengkapi saja.
Hal
ini terlihat pada keengganan masyarakat mendorong anak-anaknya untuk belajar
agama di TPA, madrasah atau lembaga pendidikan agama yang lain karena lebih
difokuskan pada pendidikan yang bersifat umum. Padahal pada lembaga pendidikan
yang bersifat umum biasanya porsi keagamaannya sangatlah sedikit. Permasalahan
inilah yang harus dipecahkan bersama.
Salah
satu solusi yang mungkin telah dilaksanakan sekarang ini untuk meningkatkan
kualitas moral manusia adalah:
1. Di
bangunnya program sekolah yang memadukan aspek agama dan pengetahuan umum,
yaitu adanya TKIT, SDIT, SMPIT, dan SMUIT
2. Pendidikan
formal maupun informal. Pendidikan formal melalui sekolah-sekolah merupakan
sarana atau media untuk mengasah kemampuan otak dan ketrampilan beretika dan
prilaku yang baik. Etika dan moral yang baik juga di ajarkan disnana
3. Pengajian
di tempat ibadah, serta memperbaiki porumpublik dan media masa.
Peningkatan segi moralitas atau
mentalitas dengan sendirinya akan menciptakan suatu budaya kerja yang mencakup
semangat atau etos kerja, yang semuanya itu akan berujung pada peningkatan
produktivitas kerja.
Maka
dalam praktek keseharian ketika pembangunan fisik dan non fisik seimbang,
kesiapan pembangunan fisik itu akan di lakukan dengna sikap mental yang baik
dalam membangun sebuah wilayah, sehingga pembangunan fisik tadi dilandasi
nilai-nilai moral yang menjujung tinggi kesejahteraan untuk masyarakat luas.
Dalam bidang apapun pembangunan dilakukan, jika sikap mentalnya baik dalam
memaknai pembangunan kesejahteraan masyarakat akan terwujud. Mengenai sikap
mental Koentjaraningrat
mengatakan bahwa mentalitas bersumber pada sistem nilai budaya, ia
mengungkapkan adanya dua golongan besar mentalitas, yaitu mentalitas masyarakat
kota dan mentalitas masyarakat desa. Menurutnya orang desa bekerja keras untuk
makan. Orang desa mempunyai orientasi hidup ditentukan oleh kehidupan masa
kini. Orang desa hidup harus selaras dengan alam. Dalam hubungannya dengan
sesamanya memiliki konsep sama rata sama rasa. Gotong royong mempunyai nilai
yang tinggi.
Orang kota (mentalitas priyayi)
beranggapan, bahwa manusia bekerja untuk mendapatkan kedudukan, kekuasaan, dan
lambang-lambang lahiriah dari kemakmuran. Orientasi waktunya lebih ditentukan
oleh masa lampau. Mereka terlalu banyak menggantungkan dirinya pada nasib.
Dalam hubungan dengan sesamanya, orang kota amat berorientasi ke arah atasan,
dan menunggu restu dari atas.
Gambaran di atas menurut
Koentjaraningrat merupakan sikap mental yang sudah lama mengendap dalam pikiran
kita, karena bersumber pada sistem nilai budaya kita sejak beberapa generasi
yang lalu yang terkondisi sedemikian rupa sehingga bertahan dalam rentang waktu
yang panjang. Sedangkan setelah revolusi, mentalitas bangsa Indonesia bersumber
pada kehidupan ketidakpastian, tanpa pedoman dan orientasi yang tegas. Hal ini
disebabkan karena keberantakkan ekonomi dan kemunduran-kemunduran dalam
berbagai sektor kehidupan sosial budaya. Akhirnya mentalitas itu mempunyai
kelemahan:
1.
Sifat mentalitas yang meremehkan
mutu.
2.
Sifat mentalitas yang suka menerobos.
3.
Sifat mentalitas tidak percaya dengan
diri sendiri.
4.
Sifat mentalitas tidak berdisiplin
murni.
5.
Sifat mentalitas yang suka
mengabaikan tanggung jawab yang kokoh.
Dengan
mentalitas yang demikian, tidak lagi menghormati orang lain dan nilai-nilai budaya,
kemungkina realitas yang terjadi seperti yang kita saksikan di telepisi,
banyaknya prilaku aparat pemerintah yang amorals, seperti korupsi meraja lela,
penindasan
kaum lemah, pergeseran budaya lokal dengan asing dan lain-lain. Begitu juga
sebaliknya jika hanya bertumpu pada aspek moral saja tanpa diiringi peningkatan
kualitas fisik SDM, sudah barang tentu kita akan semakin tertinggal dengan
bangsa lain, tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pembangunan manusia ada dua bentuknya
yaitu pembangunan fisik dan pembangunan non fisik yang berupa metalitas /moral
individu. Pembangunan fisik berbentuk infrastruktur sedangkan pembangunan non
fisik berbentuk pembinaan. Dalam pembangunan fisik juga di barengi dengan
pembangunan moral agar infrastruktur yang di bangun tepat sasaran dan mencapi
tujuan yang dinginkan. Jika pembangunan moral manusia tidak di perbaiki maka
bersiaplah menerima dampak dari ketidak kukuhan kebijakan yang berwenang
terhadap pembangunan ini, kemungkinan akan terjadi tindakan amoral, sikap
mental yang merendahkan diri sendiri dan bangsa.
Maka perlu adanya pembangunan yang
seimbang antara fisik dan moral, agar tujuan dari pembangunan untuk menjadikan
masyarakat adil dan sejahtera terwujut. Tentu hal itu bisa terwujut dengan
kesiapan mental pemerintah dalam memperbaiki sistem dan memperjelas nilai
budaya. Akhirnya
dengan pembangunan manusia dari segi fisik atau lahiriah dan mental atau moral
(batiniah) kita tidak perlu ragu dan takut lagi dalam menapaki perkembangan
zaman saat ini dan yang akan datang. Kita telah siap dengan SDM yang handal,
tidak hanya handal kemampuan dan ketrampilannya saja tetapi juga handal dalam
hal moralitas atau mentalitasnya.
2.
Saran
Untuk
mendapatkan hasil pembangunan yang mensejahterakan masyarakat, seharusnya
pembanguna di bidang fisik/ infrastruktur dan pembangunan non fisik/ mental harus
seimbang.
DAFTAR
PUSTAKA
Astrid. S.
Susanto, 1977, Pengantar Sosiologi dan
Perubahan Sosial, Bandung: Binacipta
S. Munandar, 1981, Pengembangan
Sumberdaya Manusia Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Jakarta: LPPM
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Mentalitet dan
Pembangunan, Jakarta: Gramedia
Taliziduhu Ndraha, 1997. Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Penerbit PT. Rineka Cipta
http://members.fortunecity.com/sipico/mental.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar